

Medan | GeberNews.com — Etika birokrasi kembali dipertaruhkan di Kota Medan. Dua aparatur pemerintah tingkat lingkungan, Rudy Darwan Lubis dan Diah Maysari, menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa mereka telah menikah secara agama (nikah siri) dan kini diduga masih tinggal serumah, meskipun keduanya masih aktif menjabat sebagai Kepala Lingkungan (Kepling) di dua kelurahan berbeda.

Rudy menjabat sebagai Kepling II di Kelurahan Sei Kera Hilir II, Kecamatan Medan Perjuangan. Sementara Diah Maysari merupakan Kepling di Kelurahan Pandau Hilir. Keduanya tercatat pernah membuat surat pernyataan bermaterai pada Agustus 2022, menyatakan tidak akan melanjutkan hubungan pribadi demi menjaga etika jabatan. Namun, realitas di lapangan berkata lain: hubungan itu tak hanya berlanjut, tapi telah disahkan melalui pernikahan siri dan kini berlangsung dalam satu atap.
Kabar ini sontak mengguncang publik, terutama warga di lingkungan mereka bertugas, dan memicu kecaman dari berbagai kalangan.
🔥 GNM: Ini Preseden Buruk bagi Wajah Pemerintahan
Ketua Umum Garda Nusantara Mandiri (GNM), Irena Sinaga, S.H., menjadi salah satu pihak yang angkat bicara dengan nada tegas. Ia menilai, kasus ini bukan sekadar urusan pribadi dua insan, melainkan persoalan serius yang menyangkut martabat jabatan publik dan kepercayaan warga terhadap birokrasi.
“Ketika dua kepling resmi menikah siri dan tetap tinggal serumah, yang dipertaruhkan bukan hanya kehidupan pribadi mereka, tapi juga integritas jabatan publik yang mereka emban,” ujar Irena saat diwawancarai SuaraPrananta.com, Rabu (30/7/2025).
Menurut Irena, pejabat publik harus memahami batas antara urusan rumah tangga dan amanah kedinasan. Dalam konteks pelayanan masyarakat, keberpihakan, profesionalitas, dan netralitas menjadi pilar utama.
“Kalau urusan pribadi sudah terlalu dominan, bagaimana kita yakin pelayanan terhadap warga masih objektif? Terlebih mereka memimpin dua wilayah berbeda—potensi konflik kepentingan sangat besar,” tegasnya.
❗Reaksi Emosional Justru Menambah Kecurigaan
Irena juga menyesalkan adanya upaya-upaya dari pihak tertentu yang bersikap defensif dan menyerang media yang menyuarakan isu ini. Ia menilai, respons semacam itu bukan hanya tidak bijak, tapi malah membuka ruang kecurigaan publik semakin lebar.
“Jangan malah menyalahkan media. Pers punya fungsi kontrol. Kalau memang bersih dan tak ada yang ditutupi, kenapa harus gusar saat diberitakan?” ujarnya sinis.
📢 Pemko Medan Diminta Bertindak Tegas
GNM secara tegas meminta Pemerintah Kota Medan, khususnya Camat Medan Perjuangan, untuk tidak tinggal diam. Etika dan profesionalitas birokrasi, menurut Irena, tidak boleh dikompromikan dengan dalih urusan pribadi.
“Kalau kepling saja tak mampu menjaga batas etika, bagaimana mungkin publik bisa percaya pada birokrasi tingkat kota atau provinsi? Ini bukan sekadar pelanggaran nilai, tapi juga contoh buruk bagi ribuan aparatur lainnya,” kata Irena.
⚖️ Jabatan Publik Bukan Tempat Panggung Asmara
Sebagai penutup, Irena menekankan bahwa jabatan publik sejatinya adalah bentuk amanah yang harus dijaga, bukan ruang untuk mempertontonkan hubungan pribadi yang mengaburkan batas profesionalitas.
“Jabatan itu amanah. Kalau tak mampu menjaga diri dan menjaga institusi, lebih baik mundur secara terhormat, daripada mempermalukan lembaga dan mencederai kepercayaan rakyat,” pungkasnya.
(Tim)








