Dilaporkan Gelapkan Surat Tanah Warisan, Janda Beranak Satu Asal Pekan Baru Minta Perlindungan Kapolri

0
21

Medan | GeberNews.com – Tomay Maya Sitohang, orang tua dari Catherin Angela Mariska Sitorus, memohon perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Permohonan ini ia sampaikan karena dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polsek Sukajadi, Polresta Pekanbaru, atas dugaan penggelapan surat tanah.

“Seharusnya pihak Polsek Sukajadi dapat menelaah permasalahan ini secara cermat. Ini adalah sengketa waris yang seharusnya menjadi ranah hukum perdata dan diselesaikan melalui gugatan di Pengadilan Negeri, bukan dengan proses pidana. Mengapa penyidik Polsek Sukajadi tidak menyarankan agar perkara ini diselesaikan di jalur perdata, padahal kasusnya masih berproses di Pengadilan Negeri Pekanbaru? Polsek Sukajadi seharusnya bersikap netral, bukan justru langsung menetapkan saya sebagai tersangka dan menahan saya—seorang janda yang memiliki anak kecil. Saya tidak pernah menyalahgunakan surat tanah itu. Bukankah Polri seharusnya menjadi pelindung dan pengayom, terutama bagi perempuan dan anak-anak?” ujar Tomay dengan nada haru saat diwawancarai wartawan, Senin (6/10).

Permasalahan ini bermula setelah kedua orang tua suaminya meninggal dunia. Seluruh anak almarhum Robinson Aluman Sitorus dan almarhumah Parange Panjaitan sepakat menunjuk suami Tomay, almarhum Richard Maruli Fernando, untuk menyimpan seluruh surat-surat tanah warisan keluarga. Semasa suaminya masih hidup, mereka juga bersepakat menjual salah satu harta warisan, yakni sebidang tanah di Jalan Dharma Bhakti Ujung, Kelurahan Bandar Raya, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 489.

Namun setelah suaminya meninggal dunia, Tomay mulai merasakan perlakuan yang tidak menyenangkan dari saudara-saudara suaminya. Ia merasa mulai diasingkan dan tidak lagi dianggap bagian dari keluarga besar tersebut.

Persoalan kemudian memuncak ketika proses pelunasan penjualan tanah di Jalan Dharma Bhakti Ujung itu akan dilakukan oleh pembeli. Saudara-saudara suaminya mendatangi notaris yang menangani transaksi jual beli tanah tersebut dan meminta agar rekening penerima pembayaran diganti menjadi atas nama pihak keluarga suaminya, dengan alasan Tomay adalah pihak luar. Padahal sebelumnya, rekening yang digunakan adalah milik almarhum suaminya, Richard Maruli Fernando.

“Untung saja notaris itu tidak mengikuti permintaan mereka. Dengan begitu, saya dan anak saya masih bisa mendapatkan hak waris dari almarhum suami saya. Uang itu sangat berarti bagi kelangsungan hidup kami berdua,” ungkapnya.

Sejak saat itu, hubungan antara Tomay dan kelima saudara kandung almarhum suaminya semakin memburuk. Permasalahan harta warisan menjadi sumber konflik, sebab mereka menuntut agar Tomay menyerahkan sertifikat tanah, mobil atas nama almarhum suaminya, serta sejumlah emas dan uang pesta (tupak).

Tomay menolak menyerahkan surat-surat penting itu karena khawatir hak anaknya, Catherine Angela Mariska—sebagai ahli waris pengganti almarhum ayahnya—akan terabaikan. Ia justru mengusulkan agar pembagian harta warisan dilakukan melalui musyawarah dan mufakat, namun upaya itu tidak pernah membuahkan hasil.

“Untuk melindungi hak anak saya sebagai ahli waris pengganti ayahnya, saya akhirnya mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Harapan saya sederhana, agar anak saya tercatat sah sebagai ahli waris pengganti almarhum ayahnya, Richard Maruli Fernando, yang juga ahli waris dari almarhum Robinson Aluman Sitorus dan almarhumah Parange Panjaitan,” jelas Tomay.

Langkah hukum tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam perkara Nomor 155/Pdt.G/2024/PN Pbr, tertanggal 3 Juni 2024. Dalam putusan itu, Tomay mendapat penetapan sebagai wali sah yang berhak menjual, menyimpan, dan mengelola bagian harta warisan milik anaknya.

“Saya dan anak saya benar-benar tidak mendapat keadilan. Penyidik Polsek Sukajadi menaikkan perkara perdata menjadi pidana hanya dalam waktu dua bulan, tanpa mempertimbangkan proses yang sedang berjalan di pengadilan. Saya sudah mengajukan surat ke Propam Polda Riau agar dilakukan gelar perkara. Pak Kapolri, tolonglah kami. Saya bukan pencuri, bukan perampok, dan bukan pelaku penggelapan. Saya hanya ingin melindungi hak anak saya agar surat-surat itu tidak disalahgunakan. Ini murni masalah keluarga yang seharusnya diselesaikan di pengadilan perdata, bukan di kantor polisi,” pintanya penuh harap.

Selain itu, Tomay juga telah mengirimkan surat kepada Kapolda Riau cq. Dirkrimum dan Irwasda untuk meminta gelar perkara di Polda Riau, namun hingga kini belum mendapat tanggapan. Ia pun memohon perhatian dan perlindungan dari Kompolnas serta Komnas Perempuan dan Anak (PA) agar kasus yang menimpanya dapat ditangani secara adil dan manusiawi.

🟥 Tim | GeberNews.com
🗣️ Mengungkap Segala Fakta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini