Pengacara Kontroversial Trinov Fernando Sianturi, S.H., Dikecam Keras: Ucapan Dinilai Provokatif, Arogan, dan Lecehkan Kebebasan Pers!

0
44

Medan | GeberNews.com – Nama Trinov Fernando Sianturi, S.H., kembali mencuat dan menuai badai kecaman. Pengacara yang kerap menebar pernyataan kontroversial ini dinilai telah melampaui batas etika profesi hukum setelah mengeluarkan komentar yang dianggap meresahkan publik dan melecehkan kebebasan pers. Pernyataannya yang menyinggung aksi damai wartawan di Polda Sumatera Utara beberapa waktu lalu kini menjadi sorotan tajam berbagai pihak — dari kalangan organisasi pers hingga praktisi hukum.

Ketua DPW Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (APPI) Sumatera Utara, Hardep, menjadi salah satu yang paling keras mengecam sikap dan pernyataan Trinov.

“Seorang pengacara kok tidak mengerti hukum? Seharusnya pelajari dulu Undang-Undang tentang penyampaian pendapat di muka umum. Jangan malah sibuk memelintir UU Pers demi membela klien. Apakah pelaku kejahatan bukan masyarakat juga? Dan yang kena pukul helm itu bukan bagian dari masyarakat?” tegas Hardep di salah satu kafe di Jalan Amir Hamzah, Medan, Selasa (21/10/2025).

Ia menegaskan, menyampaikan aspirasi atau melakukan demonstrasi adalah hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, selama dilakukan sesuai aturan dan prosedur hukum.

Tak berhenti di situ, pernyataan Trinov yang menyebut bahwa syarat Indonesia menjadi negara maju 2045 adalah memiliki wartawan berintegritas tinggi dan profesional, juga dianggap sesat pikir dan arogan.

“Pemerintah sudah jelas menjabarkan syarat menjadi negara maju: pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas SDM, penguatan sektor keuangan, pengembangan teknologi, dan reformasi birokrasi. Tidak ada satu pun yang menyebut wartawan sebagai syarat utama. Ucapannya jelas ngawur dan terkesan provokatif,” lanjut Hardep dengan nada tegas.

Ia juga menuding pernyataan Trinov di platform TikTok sarat dengan unsur provokasi publik, bahkan berpotensi menimbulkan kebencian terhadap profesi wartawan.

Lebih jauh, Trinov diduga melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Pers karena dianggap menghalang-halangi kerja jurnalistik, usai keberatan terhadap pemberitaan sekitar 20 media yang menyoroti dugaan pemukulan oleh kliennya terhadap seorang jurnalis.

“Saya heran dengan orang ini. Silakan saja bela klien, tapi jangan menyudutkan media. Wartawan diberitakan macam-macam tetap bekerja profesional. Presiden Jokowi saja diberitakan soal dugaan ijazah palsu tidak marah, apalagi menyuruh ubah UU Pers. Nah, dia ini apa? Cerdas, bingung, atau memang cari panggung?” sindir Hardep pedas.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti gaya bicara Trinov yang kerap menyebut, ‘kalian petinggi-petinggi wartawan di Sumut ini’, yang dinilai tidak pantas dan arogan. “Seorang pengacara semestinya paham etika komunikasi publik, bukan asal bicara seperti orang di warung kopi. Profesi hukum itu mulia, tapi bisa jatuh bila dipakai untuk menyerang pihak lain secara verbal,” tambahnya.

Atas dasar itu, APPI Sumut mendesak Dewan Pers serta seluruh organisasi pers nasional untuk menyatakan sikap resmi menolak dan mengecam ucapan Trinov Fernando Sianturi, S.H. Selain itu, APPI meminta PERADI untuk segera memanggil dan memeriksa Trinov, serta menuntut permintaan maaf terbuka kepada seluruh wartawan dan media di Indonesia.

“Dalam waktu dekat, kami akan menempuh jalur hukum terhadap Trinov Fernando Sianturi, S.H., atas pernyataannya di TikTok. Bukti sudah kami kumpulkan, dan dasar hukumnya jelas,” tegas Hardep.

Berikut pasal-pasal yang akan digunakan sebagai dasar tuntutan hukum:

Pasal 27 ayat (3) UU ITE: tentang pencemaran nama baik dan/atau penghinaan.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE: tentang ujaran kebencian yang dapat menimbulkan permusuhan antar golongan.

Pasal 18 ayat (1) UU Pers: tentang menghalang-halangi kerja jurnalistik.

Sikap tegas APPI Sumut ini menjadi peringatan keras bagi setiap pihak, khususnya kalangan profesional hukum, agar berhati-hati dalam berucap di ruang publik. Kebebasan berbicara bukan berarti bebas menghina, dan kebebasan berpendapat tidak bisa dijadikan tameng untuk menistakan profesi lain.

“Jangan jadikan TikTok tempat mencaci profesi wartawan. Kalau memang advokat, tunjukkan kecerdasan hukum, bukan kesombongan intelektual,” tutup Hardep lantang.

🟥 Tim | GeberNews.com
🗣️ Mengungkap Segala Fakta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini