

Lubuk Pakam | GeberNews.com — Kasus dugaan penipuan penerimaan Angkatan Kepolisian (AKPOL) yang menyeret terdakwa Ninawati terus menuai sorotan publik. Perempuan yang didakwa menipu korban bernama Afnir alias Menir dengan kerugian mencapai Rp1,3 miliar itu kini kembali menjadi bahan perbincangan hangat. Kali ini, bukan hanya Ninawati yang jadi sorotan, tetapi juga jajaran Hakim dan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli, Rabu (22/10/2025).
Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut diketuai oleh David Sidik Simare-mare, S.H., dengan anggota Hendrawan Nainggolan, S.H., dan Erwinson Nababan, S.H. Ketiganya disebut-sebut ikut menjadi sorotan tajam publik setelah muncul dugaan bahwa terdakwa Ninawati menggelontorkan dana miliaran rupiah kepada pihak Kejaksaan maupun Hakim yang menangani perkaranya.
Namun, informasi tersebut langsung dibantah oleh Humas Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Hendrawan Nainggolan, S.H.
“Kami tidak tahu bang, terdakwa Ninawati memberikan uang ke siapa. Kebetulan saya lah hakimnya yang menyidangkan perkara itu,” ungkap Hendrawan.
Ia juga menjelaskan bahwa proses persidangan Ninawati berjalan panjang dan memakan waktu lama. “Kemarin pengacaranya membawa surat sakit, makanya terdakwa tidak hadir dalam persidangan,” katanya.
Ketika ditanya soal perbedaan antara tuntutan Jaksa dan putusan Hakim—di mana Jaksa menuntut dua tahun penjara namun Hakim hanya menjatuhkan hukuman satu tahun—Hendrawan menjawab singkat, “Harusnya abang tanya sama Jaksa, kenapa tuntutannya dua tahun,” terangnya.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, terdakwa Ninawati dan pihak Kejaksaan sama-sama mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, hingga kini pihak Kejaksaan belum melengkapi berkas memori kasasinya. Hal ini memunculkan tanda tanya besar: ada apa dengan Kejaksaan Negeri Labuhan Deli?
Sementara itu, Hakim Anggota Erwinson Nababan, S.H. saat ditemui di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam sekitar pukul 13.00 WIB turut membantah keras tudingan bahwa dirinya menerima uang dari terdakwa. “Itu tidak benar bang. Kalau memang saya menerima uang dari Ninawati, mungkin saya sudah ganti mobil baru,” ujarnya santai namun tegas.
Dari pihak korban, pengacara Afnir alias Menir, Ranto Sibarani, S.H., M.H., menduga adanya permainan dalam penanganan kasus tersebut, baik dari sisi tuntutan Jaksa maupun putusan Hakim.
“Kami menduga ada permainan. Kenapa terdakwa Ninawati hanya dituntut dua tahun dan diputus satu tahun? Ada apa? Sementara Ninawati ini sudah viral, dan banyak korban lain yang juga melapor. Laporan Polisi (LP) terhadapnya di Polda Sumut pun tidak sedikit, tapi kenapa hukumannya begitu ringan?” ungkap Ranto.
Senada, tokoh masyarakat Sumatera Utara, Ir. Henry Dumanter Tampubolon, M.H., menilai Kejari Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli patut diduga tidak maksimal dalam memberikan tuntutan terhadap terdakwa Ninawati.
“Patut diduga ada permainan antara pihak terdakwa dengan Kejaksaan, karena tuntutannya sangat ringan, jauh dari maksimal sebagaimana Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tegas Henry.
Henry juga menyoroti bahwa Jaksa kalah dalam banding di Pengadilan Tinggi, sehingga hukuman Ninawati berkurang dari satu tahun menjadi sepuluh bulan. “Kalau seperti ini, bisa jadi Jaksa juga kalah di tingkat kasasi. Kami minta Kejagung turun langsung memeriksa Jaksa Labuhan Deli dan mensupervisi pembuatan memori kasasi mereka,” tandasnya.
Hal senada disampaikan akademisi dan praktisi hukum pidana, Dr. Adv. Sri Wahyuni Laia, S.H., M.H. Menurutnya, tuntutan Jaksa terhadap Ninawati terlalu lemah dan terkesan tidak serius.
“Kasus Ninawati ini menarik perhatian publik, tapi Jaksa tampak lemah dalam tuntutan dan juga dalam memori banding. Patut diduga ada permainan antara pihak terdakwa dengan Kejaksaan,” ungkap Sri Wahyuni.
Ia menambahkan, “Ninawati seharusnya dituntut maksimal karena sudah tergolong residivis dalam kasus penipuan yang sama. Laporan Polisi terhadapnya bukan hanya satu, bahkan lebih dari satu kasus yang serupa.”
Sri Wahyuni pun mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) untuk membentuk tim khusus guna mengusut dugaan adanya oknum Jaksa yang bermain dalam perkara ini. “Kami ingin kasus ini terang benderang,” harapnya.
Kacabjari Labuhan Deli: Tidak Ada Permainan
Dikonfirmasi terpisah melalui pesan WhatsApp, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Labuhan Deli, Hamonangan P. Sidauruk, S.H., M.H., membantah keras tudingan adanya permainan dalam kasus Ninawati.
“Tidak ada permainan, lae. Tuntutan dan putusan saja sudah berbeda jauh, makanya kami banding dan kemudian kasasi,” tegas Hamonangan, Rabu (22/10/2025).
Sebelumnya, Kejari Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli juga telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan hakim PN Lubuk Pakam terhadap Ninawati yang hanya divonis satu tahun, padahal tuntutan Jaksa adalah dua tahun penjara.
“Kami sudah kirimkan berkas kasasi ke Mahkamah Agung. Sekarang tinggal menunggu prosesnya,” jelas Hamonangan.
Mengenai belum dilakukannya eksekusi terhadap Ninawati, Hamonangan menyebut bahwa putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap. “Di salinan putusan tidak ada perintah eksekusi karena belum final alias belum inkrah,” katanya.
Menurut data layanan informasi publik Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, terdakwa Ninawati melalui kuasa hukumnya mengajukan banding pada 15 Agustus 2025. Putusan banding dengan nomor 2034/PID/2025/PT MDN kemudian keluar pada 17 September 2025, yang isinya mengubah hukuman dari satu tahun menjadi sepuluh bulan penjara.
Hamonangan memastikan, pihaknya akan terus menempuh jalur hukum hingga ke tingkat kasasi. “Terima kasih sudah melakukan konfirmasi. Kami ingin masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan tidak simpang siur terkait kasus ini,” pungkas Hamonangan P. Sidauruk, S.H., M.H.
🟥 Tim | GeberNews.com
🗣️ Mengungkap Segala Fakta








