

Medan | GeberNews.com – Ketua Umum (Ketum) DPP TKN Kompas Nusantara, Adi Warman Lubis, mendesak Ketua DPRD Sumut tidak menutup mata atas dugaan arogansi Edi Suhrhman Sinuraya, anggota Fraksi Golkar yang juga Sekretaris Komisi E, setelah mengusir wartawan dari ruang rapat di Gedung DPRD Sumut.

Dalam keterangannya pada Selasa (23/9/2025) di Kantor Sekretariat DPP TKN Kompas Nusantara, Jalan Prof. H.M. Yamin No. 202 Medan, Adi Warman menyayangkan sikap Edi Sinuraya dan menyebutnya sebagai bentuk krisis moral sekaligus pelecehan terhadap fungsi pers.
“Kalau ada anggota dewan sampai mengusir wartawan dengan alasan rapat tertutup tanpa dasar hukum tertulis, itu pelanggaran serius. Ketua DPRD tidak boleh diam. Apalagi yang bersangkutan sesama kader Partai Golkar. Panggil, periksa, dan beri sanksi tegas. Jangan sampai rakyat berasumsi Partai Golkar adalah partai yang memiliki kader tanpa etika dan brutal. Akibat ulah oknum tertentu, nama baik partai bisa tercoreng,” tegasnya.
Adi Warman, yang juga Ketum Pagar Unri Prabowo–Gibran untuk Rakyat Indonesia, menekankan bahwa keputusan menjadikan rapat tertutup tidak bisa hanya berdasarkan ucapan lisan. Tanpa dokumen resmi dan kesepakatan tertulis, langkah itu justru melanggar tata aturan DPRD sendiri.
“Jabatan legislatif adalah amanah rakyat. Kalau mentalitas wakil rakyat sudah seperti ini, sebaiknya mundur atau dinonaktifkan. Jangan biarkan krisis attitude berkembang menjadi penyalahgunaan wewenang,” ujarnya lagi.
Ia menegaskan, kasus Edi Sinuraya telah menodai citra DPRD Sumut di mata publik. Lembaga yang seharusnya menjadi simbol keterbukaan justru memperlihatkan sikap tertutup, yang berpotensi meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap wakilnya di parlemen.
Lebih lanjut, Adi Warman juga menghimbau seluruh instansi terkait—baik kepolisian, kejaksaan, maupun lembaga lainnya—agar tidak membatasi akses masyarakat terhadap informasi, apalagi membatasi kerja wartawan.
“Kita sering temukan di lapangan, terutama di kepolisian dan kejaksaan, masyarakat tidak diperbolehkan membawa telepon genggam saat masuk ke kantor instansi tersebut, bahkan ke ruang pemeriksaan atau ruang penyidik. Ini menimbulkan tanda tanya besar. Kalau memang tidak ada yang ditutup-tutupi, kenapa harus ada larangan seperti itu? Padahal para pimpinan sudah menegaskan, jangan ada yang disembunyikan dan masyarakat dipersilakan merekam jika ada oknum nakal,” katanya.
Adi Warman menutup dengan mengingatkan bahwa keterbukaan informasi publik sudah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. “Kalau masih ada institusi yang membatasi, itu sama saja mengangkangi undang-undang. Ini bentuk pelanggaran serius dan harus segera dibenahi,” pungkasnya.
🟥 Dodi Rikardo | GeberNews.com
🗣️ Mengungkap Segala Fakta