

Medan | GeberNews.com – DPRD Sumut kembali mempermalukan demokrasi ketika seorang wartawan diusir secara arogan oleh anggota dewan, Edi Surahman Sinuraya, dalam rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan, Jumat (19/9/2025). Peristiwa ini bukan sekadar salah paham, melainkan tamparan keras terhadap kebebasan pers dan pengkhianatan terhadap hak publik atas informasi. Wartawan hadir bukan untuk mencari sensasi, melainkan menjalankan mandat konstitusional. Mengusirnya berarti menutup akses rakyat terhadap kebenaran.
Dalih rapat bersifat tertutup hanyalah alasan rapuh. Penutupan rapat harus diputuskan sejak awal dan diumumkan secara terbuka. Tanpa itu, pengusiran hanyalah wujud kesewenang-wenangan yang menyingkap wajah asli DPRD: bukan rumah rakyat, melainkan gedung yang alergi transparansi dan ketakutan terhadap kritik.
Lebih parah lagi, cara membentak dan mengusir wartawan adalah penghinaan terbuka terhadap pers. Padahal, media adalah mitra demokrasi yang menjaga agar wakil rakyat tidak keluar dari relnya. Teguran Partai Golkar kepada Edi Surahman jelas tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah sanksi tegas dan perombakan mekanisme internal DPRD agar arogansi serupa tidak lagi mencoreng lembaga ini.
Kasus ini bukan insiden biasa, melainkan luka serius bagi kebebasan pers. Setiap kali wartawan dihalangi, yang dirampas bukan hanya hak jurnalis, tetapi juga hak rakyat untuk tahu. Demokrasi tanpa keterbukaan hanyalah panggung sandiwara penuh kepalsuan. Dan ketika DPRD Sumut menginjak kebebasan pers, sesungguhnya mereka sedang meruntuhkan martabat dan legitimasi mereka sendiri.
🟥 Dodi Rikardo | GeberNews.com 🗣️ Mengungkap Semua yang Ada