

Medan | GeberNews.com — Isu panas kembali menyeruak di Sumatera Utara (Sumut). Relasi yang dianggap “terlalu akrab” antara Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus dengan Pj Gubernur Bobby Nasution menuai spekulasi soal melemahnya fungsi kontrol legislatif. Namun narasi ini langsung dibantah dari berbagai arah, termasuk dari kalangan mahasiswa.
Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Afif Hauzan Abid dengan tegas menyatakan bahwa harmonisasi antar lembaga bukan bentuk kompromi. Justru sebaliknya, relasi yang sehat merupakan dasar dari tata kelola pemerintahan yang kuat.
“Demokrasi bukan soal adu suara, tapi akuntabilitas. Relasi sehat justru memperkuat fungsi pengawasan. Jangan remehkan kedewasaan institusi demokrasi kita,” tegas Abid kepada wartawan pada Sabtu, 2 Agustus 3025 di Medan.
Menurutnya, publik terlalu mudah terpancing pada narasi spekulatif yang menyederhanakan kerja lembaga menjadi persoalan personal. Ia mengajak masyarakat untuk menilai kinerja DPRD berdasarkan indikator nyata, bukan berdasarkan asumsi.
Fungsi Pengawasan Tidak Melemah, Justru Semakin Terarah
Sejumlah bukti konkret menunjukkan bahwa fungsi pengawasan DPRD Sumut tetap berjalan aktif dan sistematis.
📌 Rapat dan pemanggilan mitra kerja tetap berjalan
DPRD memanggil Dinas Pendidikan dan Bappeda untuk membahas program sekolah gratis yang menyedot APBD 2024. Ini membuktikan bahwa pengawasan dilakukan secara terbuka dan sistemik.
📌 Kritik terhadap kebijakan tetap disuarakan
DPRD Sumut melalui fraksi-fraksi seperti PDIP dan Demokrat secara terbuka menolak penggunaan APBD untuk revitalisasi Lapangan Merdeka. Kritik disampaikan dalam forum resmi, bukan di ruang bisik-bisik.
📌 Kunjungan lapangan jadi alat kontrol langsung
Tak hanya berdebat di ruang sidang, DPRD aktif turun ke lapangan. Mereka mengevaluasi distribusi pupuk, penyaluran bansos, dan kondisi proyek strategis. Hasilnya langsung disampaikan dalam paripurna.
Jangan Telan Narasi Mentah
Afif Hauzan Abid menekankan bahwa sistem demokrasi dibangun dengan logika dan indikator, bukan perasaan atau relasi personal.
“Hubungan konstruktif itu bukan dosa. Yang bahaya justru kalau kita menelan mentah-mentah narasi yang tidak berbasis data,” pungkasnya.
Ril | GeberNews.com