

Medan | GeberNews.com — Rapat kreditur perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tahap Tetap (PKPU-T) PT Girvi Mas kembali digelar di Pengadilan Negeri Medan, Jumat, 12 Desember 2025. Rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Kreditur tersebut berjalan alot dan sempat memanas, menyusul perbedaan tajam antara Pengurus dan Debitur terkait kelanjutan status PKPU.
Rapat dipimpin langsung oleh Hakim Pengawas Dr. Sarma Siregar, S.H., M.H., didampingi Panitera Pengganti Joni, S.H. Hadir dalam rapat tersebut para Pengurus, kuasa hukum kreditur, kuasa hukum debitur, serta Direktur PT Girvi Mas, Endry.
Dalam forum rapat, Hakim Pengawas terlebih dahulu menanyakan sikap Pengurus terkait permohonan pengakhiran PKPU yang sebelumnya diajukan. Menjawab hal tersebut, Pengurus dengan tegas menyatakan tetap pada permohonan pengakhiran PKPU, dengan alasan adanya itikad tidak baik dari Debitur serta dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 240 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.
Marimon Nainggolan, S.H., M.H., selaku Pengurus, memaparkan dua poin krusial yang menjadi dasar sikap tersebut. Pertama, adanya perbedaan data utang Debitur kepada Bank BCA. Dalam pengakuan Debitur serta Daftar Utang PT Girvi Mas per tanggal 17 Oktober 2025, tercatat utang sebesar kurang lebih Rp4 miliar. Namun, berdasarkan keterangan Bank BCA per 3 November 2025, utang PT Girvi Mas dinyatakan nihil atau Rp0.
Kedua, Pengurus menilai Debitur telah bertindak tidak beritikad baik dengan melakukan pembayaran secara lunas dan tunai kepada sejumlah kreditur tanpa sepengetahuan dan keterlibatan Pengurus, yang diduga bertujuan untuk mendorong pencabutan status PKPU.
Menurut Marimon, tindakan tersebut tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 259 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, karena Pengurus tidak pernah diberikan data atau dokumen yang diperlukan untuk menilai kondisi harta Debitur, termasuk apakah Debitur berada dalam keadaan solven sehingga layak dilakukan pembayaran penuh kepada kreditur.
Ia menegaskan, pencabutan status PKPU seharusnya didasarkan pada penilaian objektif terhadap kondisi keuangan Debitur. Untuk itu, Pengurus dan kreditur wajib didengar secara patut, serta harus diberikan akses terhadap laporan keuangan atau neraca harta kekayaan Debitur agar tidak menimbulkan potensi kerugian di kemudian hari.
Sejalan dengan itu, Hakim Pengawas dalam rapat menyampaikan bahwa semestinya Debitur melibatkan Pengurus dalam proses pembayaran kepada kreditur. Bahkan, menurutnya, pembayaran seharusnya diserahkan terlebih dahulu kepada Pengurus untuk kemudian dibagikan kepada kreditur yang telah diverifikasi, disertai pembuatan berita acara resmi.
Diketahui, Debitur mengakui telah melakukan pembayaran langsung kepada kreditur pada 20 November 2025 tanpa melibatkan Pengurus PKPU.
Dengan kondisi tersebut, perkara PKPU PT Girvi Mas kini berada dalam dua permohonan yang saling bertentangan. Di satu sisi, Pengurus mengajukan pengakhiran PKPU berdasarkan Pasal 255 Undang-Undang Kepailitan. Di sisi lain, Debitur mengajukan pencabutan status PKPU dengan mendasarkan pada Pasal 259 ayat (1).
Menutup rapat kreditur, Hakim Pengawas menegaskan bahwa keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan majelis hakim pemeriksa perkara. “Silakan dibuktikan saja,” tegasnya kepada para pihak yang hadir.
(Tim)








