

Medan | GeberNews.com – Kekerasan terhadap jurnalis dan aktivis kembali menodai demokrasi di Indonesia. Dua pendamping petani menjadi korban serangan brutal dalam konflik agraria di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Rabu, 4 Juni 2025.

Peristiwa ini terjadi di tengah sengketa lahan antara warga dan PT. Nusa Dua Propertindo (NDP), perusahaan yang disebut dipimpin oleh Sastra, S.H., M.Kn. Dugaan keterlibatan kelompok preman dan sikap pasif aparat keamanan memicu kemarahan publik. Satu pertanyaan menggantung di udara: di mana negara saat suara keadilan dibungkam?
Korban dalam insiden ini adalah Sumardo Hotman Munthe, S.H., Kepala Perwakilan Sumut Media SuaraRepublikNews.com sekaligus Ketua DPW Sumut LSM INSC, serta Rudi Munthe, jurnalis dan Ketua DPC Kabupaten Tangerang LSM INSC. Keduanya dikenal aktif mendampingi petani yang mempertahankan lahan garapan dari klaim perusahaan.
Sejak awal 2025, mereka telah mengirimkan surat kepada berbagai instansi pemerintah, dari kepala desa hingga DPRD Deli Serdang, namun tak satu pun memberikan respons berarti.
Puncaknya terjadi pada 16 Mei 2025, tiga hari setelah ultimatum pengosongan lahan dari perusahaan. Sekitar 50 pria bersenjata tajam menyerbu markas tim media dan LSM. Sumardo dianiaya hingga luka parah, sementara yang lain tidak mampu memberikan bantuan karena serangan berlangsung membabi buta.
Tak berhenti pada kekerasan fisik, kantor dan rumah para jurnalis dibakar habis. Dokumen penting, alat liputan, kendaraan, dan data lapangan musnah. Aktivis menyebut pembakaran ini sebagai aksi terencana untuk melumpuhkan perjuangan rakyat kecil.
Ironisnya, pembongkaran bangunan dilakukan di hadapan Kepala Satpol PP Deli Serdang, Marzuki, dengan alat berat, tanpa melalui prosedur hukum seperti SP1, SP2, atau SP3. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa negara bukan hanya abai, tapi turut membiarkan kekerasan terjadi.
Setelah kejadian, muncul narasi menyesatkan di media sosial yang menyatakan bahwa para korban telah menerima ganti rugi. Rudi Munthe membantah keras klaim tersebut.
“Kami pergi hanya dengan pakaian di badan. Tak ada sepeser pun ganti rugi. Yang ada hanya trauma, luka, dan kerugian yang tak ternilai,” tegasnya.
Tim pendamping mendesak Presiden RI, Menteri Dalam Negeri, Menteri ATR/BPN, Menteri LHK, Kapolri, Bareskrim, dan Kejaksaan Agung untuk segera turun tangan. Mereka meminta investigasi independen dan tindakan hukum tegas terhadap pelaku kekerasan maupun pihak yang terlibat dalam pembiaran.
“Ini bukan sekadar konflik lahan. Ini tentang nyawa, keadilan, dan masa depan kebebasan pers di republik ini,” ujar Rudi Munthe.
🖋️ Laporan: Dodi | Sumber: Tim Pendamping








