

Deli Serdang | GeberNews.com – Aksi demonstrasi yang digelar oleh massa Al Jam’iyatul Washliyah di depan Kantor Bupati Deli Serdang menuai kecaman keras. Unjuk rasa yang berlangsung Senin, melibatkan pelajar berseragam dan disertai perusakan pagar kantor pemerintah.

Tokoh nasional dan pemerhati perlindungan anak, Seto Mulyadi, mengecam keras pelibatan anak-anak dalam aksi tersebut. Ia menegaskan bahwa tindakan itu melanggar undang-undang yang menjamin hak dan perlindungan anak.
“Melibatkan anak-anak dalam unjuk rasa, apalagi sampai terjadi tindakan perusakan, bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak,” ujar Seto saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon. Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor Tiga Puluh Lima Tahun Dua Ribu Empat Belas dan Pasal Delapan Puluh Tujuh Undang-Undang Nomor Dua Puluh Tiga Tahun Dua Ribu Tujuh, yang melarang keterlibatan anak dalam demonstrasi.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Deli Serdang, Junaidi Malik, juga menyayangkan pelibatan pelajar berseragam madrasah dalam aksi tersebut. Ia mengimbau para orang tua, guru, dan masyarakat untuk tidak menyeret anak-anak dalam kegiatan yang berisiko secara fisik maupun psikologis.
Meski Bupati Deli Serdang, Asri Ludin Tambunan, telah menerima perwakilan massa untuk berdialog di Aula Cendana, massa tetap memaksa masuk ke dalam area kantor dengan merobohkan pagar besi.
Ketua Koordinasi Aci Center Deli Serdang, Arnold Perjuangan Manurung, S.Si., mengecam tindakan massa yang dinilainya telah melanggar hukum dan merusak aset negara. “Perusakan pagar kantor bupati adalah pelanggaran terhadap Pasal Empat Ratus Enam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor Satu Tahun Dua Ribu Dua Puluh Tiga,” ucapnya.
Arnold menekankan bahwa demonstrasi merupakan hak yang dijamin undang-undang, namun pelaksanaannya harus memperhatikan aturan hukum dan kondisi usia peserta. Ia menegaskan bahwa anak di bawah usia delapan belas tahun tidak boleh dilibatkan secara sembarangan.
Dalam konflik lahan yang menjadi latar belakang aksi, diketahui bahwa bangunan SMP Negeri Petumbukan berdiri di atas tanah yang diklaim milik Al Washliyah. Bangunan tersebut sempat dipinjam pakai melalui kesepakatan antara Dinas Pendidikan dan Al Washliyah, namun dibatalkan karena tercatat sebagai aset pusat.
Pihak berwenang diharapkan bertindak tegas terhadap pelanggaran yang terjadi dan mengevaluasi unjuk rasa yang melibatkan anak-anak agar kejadian serupa tidak terulang.
(Satria)








